
Dalam bahasa Arab, istilah "kaffârah" kita kenal dengan istilah "kifârah" atau "kafarat," berasal dari kata "kafran" yang memiliki arti 'menutupi'. Dalam konteks ini, 'menutupi' mengacu pada upaya menutupi dosa. Secara harfiah, kafarat dapat diartikan sebagai tindakan yang berfungsi untuk menyembunyikan dan menghapus dosa agar hukuman di dunia dan akhirat menjadi lebih ringan. Ada beberapa macam kaffarah diantaranya:
A. Melanggar Sumpah atas nama Allah
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan,
"Allah tidak akan menghukummu karena sumpah-sumpah yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia akan menghukummu karena sumpah-sumpah yang kamu sengaja." (QS. Al-Maidah : 89)
Maknanya adalah, sumpah yang tidak bermaksud untuk bersumpah, sebagaimana dijelaskan oleh A’isyah, adalah kebiasaan orang Arab yang mengucapkan "wallaahi..." (demi Allah), meskipun maksud mereka bukan untuk bersumpah.
Berdasarkan ayat tersebut, seseorang yang bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, dan dia sungguh-sungguh dalam bersumpahnya, kemudian melanggar sumpahnya, akan berdosa. Untuk menebus dosanya, dia diwajibkan membayar kaffarah.
Bentuk kaffarah untuk pelanggaran sumpah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,
"Kaffarahnya adalah memberi makan sepuluh orang miskin, dengan makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang budak. Bagi orang yang tidak mampu melaksanakan hal tersebut, maka kaffarahnya adalah berpuasa selama tiga hari. Inilah kaffarah untuk pelanggaran sumpah-sumpahmu jika kamu melanggarnya." (Surah Al-Maidah: 89)
Berdasarkan ayat di atas, kaffarah sumpah ada 4 :
Pilihan yang keempat diperbolehkan hanya jika seseorang tidak mampu melaksanakan salah satu dari tiga opsi sebelumnya. Apakah puasanya perlu dilaksanakan secara berurutan? Ayat di atas tidak memberikan batasan tertentu. Meskipun demikian, madzhab Hanafi dan Hambali mensyaratkan agar puasa dilakukan secara berturut-turut. Akan tetapi, pandangan yang cukup kuat dalam masalah ini adalah bahwa puasa tidak harus dilakukan secara berurutan dan dapat dilakukan sejauh yang mampu oleh individu.
B. Pelanggaran Larangan Puasa Ramadhan
Berdasarkan hadis sahih dari Abu Hurairah, terdapat tiga opsi kafarat yang disesuaikan dengan kemampuan individu yang melanggar larangan berpuasa, yaitu:
Dalam sebuah riwayat, seorang lelaki mengadukan dirinya kepada Nabi Muhammad saw., mengatakan bahwa ia telah melakukan hubungan intim dengan istrinya di siang hari bulan Ramadan. Nabi bertanya apakah lelaki tersebut memiliki kemampuan untuk memerdekakan seorang budak, berpuasa selama dua bulan berturut-turut, atau memberi makan kepada 60 orang miskin. Setelah lelaki tersebut menyatakan ketidakmampuannya untuk melaksanakan opsi tersebut, Nabi memberikan sekeranjang kurma kepadanya untuk disedekahkan. Meskipun lelaki tersebut menyatakan keinginannya untuk memberikannya kepada fakir miskin di keluarganya, Nabi tertawa dan memberi izin.
Opsi ini seringkali sulit dilakukan, mengingat biaya untuk menebus seorang budak dapat sangat tinggi dan perbudakan sudah tidak eksis dalam masyarakat kita.
2. Berpuasa Selama Dua Bulan Berturut-turut:
Sebagai alternatif, seseorang dapat memilih untuk berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebagai kafarat.
3. Memberi Makan kepada 60 Orang Miskin:
![]()
Belum ada Fundraiser